Monday, June 6, 2011

WEDDING DRESS (KOREAN MOVIE), 'KETIKA KETABAHAN MENGURAS AIR MATA'

Resensi Oleh : Ahsan Andi Husain
Pemain : Song Yoon-ah, Kim Hyang-ki
Sutradara : Kwon Hyeong-jin
Screeplay : Yoo Yeong-ah

Wedding Dress, sebuah film drama kehidupan yang sangat menyentuh. Film arahan sutradara kondang Korea, Kwon Hyeong-jin, yang juga menggarap film Korea lainnya, The Piano, benar benar pas untuk tontonan keluarga. Kalau kamu cewek, barangkali hatimu terbuat dari batu, jika film ini tidak sanggup menyentuh perasaan terdalammu.
Dalam film berdurasi 109 menit ini, tidak banyak adegan menangis meraung raung, tidak ada dialog anak yang menangis disamping jasad ibunya sambil berteriak ‘ibu... ibu, jangan tinggalkan aku, Bu...’. Tapi dialognya yang dalam, ketabahan Go Eun menghadapi detik detik terakhir hidupnya, hingga adegan So Ra, anaknya, menahan sedih, justru akan membuat keteguhan hati penonton luluh berkeping keping.
Go Eun, yang diperankan dengan sangat apik oleh Song Yoon-ah, menjadi tokoh sentral di film ini, bersama anaknya, So Ra, yang baru berumur 9 tahun. So ra dilakonkan dengan sangat luar biasa oleh aktris cilik, Kim Hyang-ki. Ikatan emosi ibu dan anak inilah yang dirangkai menjadi sebuah cerita yang begitu kuat.
Drama yang dirilis awal 2010 ini berkisah tentang Go Eun, seorang ibu tunggal, desainer gaun pengantin yang super sibuk. Kesibukan Go Eun membuat waktunya sangat mahal untuk memperhatikan anak semata wayangnya, So Ra. Namun, kesibukan Go Eun jugalah yang membuat So Ra, tumbuh menjadi gadis cilik yang mandiri.
Setiap hari, ke sekolah dan latihan balet, So Ra selalu diantar jemput oleh tantenya. Padahal, selama ini Go Eun tidak tahu, kalau So Ra tidak pernah masuk ke dalam kelas kursus balet. So Ra ikut balet sebetulnya hanya untuk menyenangkan Go Eun, yang menginginkan So Ra jadi penari balet. Hari hari So Ra, berjalan laiknya anak yang kurang kasih sayang.
Selama ini Go Eun, hanya bisa marah karena So Ra basah kehujanan karena tidak membawa payung ke sekolah, padahal Go Eun selalu berpesan, supaya So Ra selalu menyiapkan payung sendiri setiap berangkat sekolah. Go Eun hanya bisa ngomel, karena So Ra tidak bisa menyisir rambutnya sendiri, bla, bla, bla...
Perkembangan psikologis So Ra, nyaris tidak terbaca oleh Go Eun, sampai akhirnya Go Eun dipanggil ke sekolah karena So Ra susah bergaul dengan anak anak lain. So Ra, gampang marah dan berkelahi dengan temannya, sehingga So Ra tidak punya teman.
Namun, dunia seakan runtuh, ketika Go Eun divonis oleh dokter, mengidap kanker lambung. Tidak ada yang bisa dilakukan oleh Go Eun, selain menyiapkan diri untuk menjemput kematiannya. Drastis, Go Eun, berubah jadi ibu yang sangat perhatian dan memberikan waktu sebanyak mungkin untuk So Ra.

Go Eun, tidak ingin hari harinya terlewati tanpa menemani So Ra, bermain Nintendo, menyiapkan kotak makan So Ra, mengajak liburan ke pantai, hingga membelikan So Ra sepeda. Ada adegan menyentuh ketika Go Eun mengatakan pada So Ra, bahwa dia baru saja membelikan sepeda untuk So Ra. Gadis cilik itu hanya menjawab, “Tapi ibu hanya bisa membelikan saja kan ?" Go Eun tertegun oleh ucapan So Ra.
Go Eun berusaha untuk tidak membuat anaknya sedih. Setiap hari dia berusaha menjadi ibu yang kuat, tidak terlihat lemah. Namun, Go Eun, tidak kuasa untuk terus menerus merahasiakan semuanya, karena kondisinya semakin lemah. Dokter memutuskan untuk merawat Go Eun, tapi Go Eun menolak dengan alasan ingin menghabiskan waktunya bersama So Ra.
So Ra akhirnya tahu bahwa ibunya sakit, ketika suatu malam diam diam So Ra memperhatikan ibunya meminum banyak obat. Bukan hanya Go Eun yang tutup mulut tentang penyakitnya, keluarga dan saudara saudaranya pun bersikap sama, dengan alasan tidak ingin membuat So Ra sedih.
Ketika Go Eun memberikan semua waktunya untuk So Ra, sebaliknya So Ra pun menyiapkan diri untuk membahagiakan ibunya, tanpa harus menanyakan penyakit yang diderita Go Eun. Instink So Ra, sebagai anak begitu kuat. Diam diam So Ra berusaha memenuhi semua keinginan ibunya, yang selama ini justru tidak dilakukannya.
So Ra akhirnya ikut balet, berusaha berdamai dengan teman temannya, karena tidak ingin dikatakan tidak punya teman karena nakal, seperti yang selalu diucapkan ibunya. Detik detik menjelang kematian Go Eun, ikatan emosi antara So Ra dan ibunya, sungguh akan menguras air mata penonton.
Hari demi hari, kondisi Go Eun kian menurun. Singkat cerita, ketika terbangun di pagi hari, di ruang rawat rumah sakit, So Ra yang saat itu tidur di samping Go Eun, mengajak ibunya bercerita, padahal Go Eun justru sudah lelap selama lamanya. “Kalau ibu masih ngantuk, ibu tidur aja lagi, aku nggak akan mengganggu tidur ibu,” ucap So Ra, yang sebetulnya sudah tahu, bahwa Go Eun sudah meninggal.
Di pagi yang masih hening, So Ra duduk termenung seorang diri di depan kamar rawat Go Eun. Dialog dialog voice over So Ra yang memenuhi menit menit hening itu, betul betul menyentil hati penonton. So Ra, merasa telah berbuat yang terbaik pada ibunya, sebagai bakti seorang anak berusia 9 tahun di akhir usia ibunya.
So Ra baru tersadar ketika beberapa dokter datang hendak memeriksa kondisi Go Eun, tapi So Ra menghalangi dokter itu. So Ra menangis sejadi jadinya, laiknya anak seusianya. So Ra menangis justru karena menghalangi dokter itu supaya tidak menganggu tidur ibunya.
Emosi penonton yang sudah teraduk aduk, pasti semakin tidak terbendung untuk menanti ending dari cerita mengharu biru ini. Tapi hapus air mata anda, karena akhir kisah yang cantik sudah disiapkan oleh penulis dengan meninggalkan kesan yang sangat dalam. Tidak ada adegan Go Eun menghembuskan nafas terakhir. Tidak ada dialog dan adegan So Ra menangis disamping jenazah ibunya.
Sepeninggal Go Eun, So Ra tetap sekolah seperti biasa, tapi kini dia selalu membawa payung agar tidak kehujanan lagi seperti pesan Go Eun. Sebelum pergi meninggalkan buah hatinya untuk selama lamanya, diam diam Go Eun telah menitipkan pada sahabatnya, sebuah gaun pengantin rancangannya untuk kelak dipakai So Ra.
Diiringi musik lirih yang membuat hati penonton tidak kalah lirihnya, di bawah hujan deras, di sebuah lapangan kosong, So Ra berjalan sendiri dengan payung kuning, dengan langkah yang seolah melukiskan bahwa dia telah menjadi gadis cilik yang mandiri. So Ra sudah bisa menyisir rambutnya, dan membawa payung sebelum berangkat ke sekolah. Cerita berakhir dengan kesan manis yang ditinggalkan So Ra dan Go Eun, yang mungkin membuat penonton tersenyum setelah termehek mehek.
Bagi penggemar cerita drama Korea mengharu biru, film ini layak jadi pilihan. Kekuatan dan bakat akting Kim Hyang-ki, menjadikan tokoh So Ra begitu hidup. Satu catatan lagi, nyaris tidak ada adegan yang dibuat buat atau mengada ada di sepanjang film ini.***

RESULT : Untuk genre Film Drama Korea, aku memberi 9 bintang dari 10 bintang untuk film ini.

Silahkan copy paste petikan film ini di :
http://www.hancinema.net/video.php?table=film&id=21475

No comments:

Post a Comment